Dampak Hujan Lebat Melanda Beberapa Wilayah Indonesia, Ini Analisis BMKG

  • Petugas Web
  • 25 Okt 2016
Dampak Hujan Lebat Melanda Beberapa Wilayah Indonesia, Ini Analisis BMKG

Hari Senin Siang (24/10/2016) antara pukul 11.40 - 13.10 WIB sekitar daerah Pasteur - Bandung, Jawa Barat diguyur hujan dengan intensitas lebat - sangat hanya dalam kurun waktu antara 1-1.5 jam yg berdampak banjir beberapa wilayah di Bandung dengan ketinggian air bervariasi berkisar ant 1-1.6 m. Hasil catatan dan pengukuran curah hujan di UPT BMKG Bandung sebesar 77.5 mm termasuk kategori hujan sangat lebat/ekstrim.

Sesuai siaran pers peringatan dini cuaca yang dikeluarkan BMKG (berlaku 22 - 25 Okt 2016) dan juga update perkembangan cuaca, indikasi potensi hujan lebat yang disertai kilat/petir dan angin kencang di beberapa wilayah Indonesia meliputi sebagian Sumatera bagian Tengah dan Selatan, Babel, sebagian besar Jawa, Kalimantan Barat bagian selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi bagian Tengah, Selatan dan Tenggara serta Papua. Untuk itu masyarakat dihimbau agar waspada dan berhati-hati terhadap dampak yang dapat ditimbulkan seperti banjir, tanah longsor, banjir bandang, genangan, pohon tumbang dan jalan licin.

Terjadinya kondisi cuaca tersebut sebagai bentuk umpan balik (weather rebound after Tropical Storm) yang signifikan/bermakna akibat pelepasan dari tarikan massa udara badai tropis "SARIKA" dan "HAIMA". Seiring dengan meluruh dan punahnya badai tropis tersebut, kondisi cuaca saat ini disebabkan oleh beberapa hal:

  1. Suplai uap air yang direpresentasikan oleh kondisi suhu muka laut yang hangat/panas dengan anomali positive antara 0.5 - 2.0�C yang berpotensi pembentukan dan pertumbuhan awan hujan masih signifikan di sebagian besar perairan Indonesia, terutama di perairan sekitar Jawa hingga Nusatenggara, Sulawesi bag Selatan, perairan Utara Maluku dan Papua.
  2. Pada saat yang bersamaan terjadi anomali suhu permukaan laut di Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera Selatan dan Jawa yang lebih tinggi dibandingkan Samudera Hindia sebelah Timur Afrika yang dikenal dengan istilah Indian Ocean Dipole Mode (fenomena Dipole Mode Negative) yang berimplikasi pada terdorongnya massa uap air menuju ke Indonesia bag Barat yang menjadi tambahan suplai uap air dalam pembentukan dan pertumbuhan awan hujan.
  3. Aliran massa udara basah yang dikenal dengan istilah Madden Jullian Oscillation/MJO yang berada di sekitar Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan maritim kontinen Indonesia diindikasikan memberikan kontribusi pada peningkatan curah hujan di Indonesia bagian Barat dan Tengah.
  4. Adanya pusat tekanan rendah di Samudera Hindia sebelah Barat Daya Sumatera bagian Selatan yang berimplikasi adanya daerah pertemuan, perlambatan dan belokan angin di sekitar wilayah Sumatera bagian Selatan dan Jawa yang mengakibatkan kondisi atmosfer menjadi tidak stabil sehingga meningkatkan potensi hujan lebat disertai kilat/petir dan angin kencang
  5. Tingkat kandungan air di atmosfer terutama di Indonesia bagian Barat dan Tengah sangat basah yang direpresentasikan oleh kelembapan udara yang tinggi mengakibatkan kondisi atmosfer menjadi tidak stabil sehingga meningkatkan potensi hujan lebat.

Indikasi Potensi Curah Hujan sampai akhir Oktober 2016 sebagian besar wilayah Indonesia mulai mengalami peningkatan, utk CH Menengah - Tinggi berpotensi terutama di Aceh dan Sumatera Utara, Pesisir Barat Sumatera, Bengkulu bag Selatan, Jawa bag Selatan dari Banten sampai Jawa Tengah, Jawa Barat bag Selatan, Kalimantan Barat bag Barat dan Timur, Sulawesi bag Tengah, sebagian besar Papua.

Dengan potensi CH Tinggi pada periode bulanan, maka indikasi potensi hujan lebat yang berskala harian dapat dimungkinkan akan meningkatkan bencana hidrometeorologi.***

Kepala Bagian Humas BMKG

Gempabumi Terkini

  • 21 Mei 2024, 02:42:13 WIB
  • 5.3
  • 10 km
  • 9.28 LS - 112.61 BT
  • Pusat gempa berada di laut 127 km tenggara Kabupaten Malang
  • Dirasakan (Skala MMI): III Karangkates, II Malang, II Jember, II Kepanjen, II Kuta
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 127 km tenggara Kabupaten Malang
  • Dirasakan (Skala MMI): III Karangkates, II Malang, II Jember, II Kepanjen, II Kuta
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024