BMKG Peringatkan Ancaman Bencana Hidrometeorologi Usai Gempa

  • Ibrahim
  • 28 Feb 2022
BMKG Peringatkan Ancaman Bencana Hidrometeorologi Usai Gempa

PASAMAN BARAT (28 Februari 2022) - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika memperingatkan adanya ancaman lanjutan usai guncangan gempa magnitudo 6.2 yang terjadi Jumat, 26 Februari 2022 lalu. Ancaman yang dimaksud BMKG tersebut berupa adanya potensi longsor, banjir, dan banjir bandang di area hulu sungai lereng Gunung Talamau.

"Untuk gempa InsyaAllah perkembangannya jauh melandai. Artinya, gempa-gempa susulan yang terjadi semakin melemah menuju kestabilan," ungkap Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati di Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat, MInggu (27/2).

Dwikorita mengatakan, justru yang saat ini perlu diwaspadai adalah potensi bencana hidro meteorologi berupa potensi banjir ataupun banjir bandang serta longsor, mengingat saat ini masih musim penghujan. Masyarakat yang tinggal di sepanjang aliaran sungai pada lereng G. Talamau harus lebih waspada dan siaga karena potensi tersebut bisa sewaktu-waktu terjadi.

"Jadi kewaspadaan masyarakat harus bergeser, tidak lagi soal gempa tapi bencana akibat musim penghujan. Berdasarkan hasil survey, teridentifikasi luapan banjir sedimen mencapai radius kurang lebih 200 m dari tepi sungai. Maka warga yang bermukim dan beraktivitas di sepanjang aliran sungai yg mengalir dari lereng atas G. Talamau dihimbau untuk menghindari zona dalam radius 200 meter dari tepi sungai, apabila hujan turun di lereng gunung tersebut. Situasi ini diperkirakan akan berlangsung hingga Maret - April," imbuhnya.

Dwikorita menyebut saat ini BMKG bersama Balai Wilayah Sungai (BWS) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus melakukan upaya mitigasi guna mereduksi dampak jika sewaktu-waktu bencana hidrometeorologi menerjang.

Pencegahan dilakukan BMKG dengan terus memonitor cuaca dan intensitas hujan, serta BWS melakukan pengerukan sedimen lumpur atau material longsoran yang terjadi akibat gempa dan tersapu oleh hujan atau aliran sungai, dengan menggunakan alat berat, agar aliran air tidak meluap ke pemukiman warga. Upaya pengerukan ini juga sekaligus utk mencegah terbentuknya sumbatan material endapan longsoran pada lembah sungai. Sumbatan-sumbatan material tersebut sering terjadi akibat longsor saat gempa, dan akan berbahaya bila membendung aliran air hujan dan aliran sungai dari arah hulu. Pasalnya, bendung tersebut sewaktu-waktu dapat jebol bila air terus terakumulasi dan menekan, seiring dengan peningkatan curah hujan.

BMKG, lanjut dia, secara lebih intensif terus melakukan monitoring cuaca dengan menggunakan Radar Cuaca, serta memberikan prakiraan dan peringatan dini potensi cuaca ekstrem di area hulu sungai lereng Gunung Talamau.

"Kami juga melakukan identifikasi zona bahaya di sempadan sungai dan sempadan lereng," ujarnya.

Lakukan Survei Gempa

Sementara itu, terkait gempa bumi, Dwikorita menyampaikan bahwa usai gempa melanda Pasaman Barat, BMKG langsung bergerak melakukan survei untuk memetakan tingkat kerentanan tanah terhadap guncangan gempa yg diverifikasi dengan pemetaan tingkat kerusakan bangunan.
Tingkat kerentanan tanah dipetakan dengan melakukan pengukuran terhadap berbagai jenis tanah dan batuan di sekitar pusat gempa.

BMKG juga terus memonitor dan memetakan gempa-gempa susulan, untuk memperkirakan kapan gempa susulan akan berakhir.

Hasil survei disiapkan untuk direkomendasikan kepada Pemerintah Daerah, agar secara ketat memperhatikan "building code" utk standard bangunan tahan gempa, terutama pada zona-zona yang rentan mengalami guncangan gempa.

Dari hasil pengukuran tersebut, selanjutnya akan dipetakan secara faktual zona mana saja yang rentan mengalami guncangan kuat di kemudian hari
"Nantinya akan terverifikasi, mana-mana daerah dengan tingkat kerentanan atau guncanga tinggi, menengah dan rendah, sebagai informasi bagi pemerintah daerah dalam melakukan pembangunan kembali wilayah," terangnya.

Dalam kesempatan tersebut, Dwikorita juga menghimbau kepada para korban gempa untuk kembali ke rumah masing-masing apabila kondisi rumah masih utuh dan berkategori layak huni, serta rumah tsb berada di luar zona 200 meter dari tepi sungai, mengingat gempa-gempa susulan yang terjadi usai gempa utama semakin melemah.

"Tidak usah percaya hoax atau kabar bohong yang sengaja disebarkan untuk menakut-nakuti masyakarat. Pastikan informasi yang diperoleh valid langsung dari BMKG. Silahkan pantau terus kanal-kanal komunikasi BMKG. Bukan hanya update soal gempa, namun juga kondisi cuaca dan peringatan dini," pungkasnya.

Dalam survei lapangan tersebut, Kepala BMKG, didampingi Kepala Pusat Seismologi Teknik - Rahmat Triyono, Kepala Balai Besar Wilayah 1 BMKG - Darmawan, serta Koordinator BMKG Propinsi dan lima Kepala Stasiun BMKG di WIlayah Sumatra Barat. BMKG juga berkoordinasi dengan BNPB, Bupati Kabupaten Pasaman Barat beserta jajarannya, terutama Kalaksa BPBD dan Kepala Dinas Kominfo, serta bersinergi dengan Tim Balai Wilayah Sungai setempat (*)

Gempabumi Terkini

  • 21 Mei 2024, 02:42:13 WIB
  • 5.3
  • 10 km
  • 9.28 LS - 112.61 BT
  • Pusat gempa berada di laut 127 km tenggara Kabupaten Malang
  • Dirasakan (Skala MMI): III Karangkates, II Malang, II Jember, II Kepanjen, II Kuta
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 127 km tenggara Kabupaten Malang
  • Dirasakan (Skala MMI): III Karangkates, II Malang, II Jember, II Kepanjen, II Kuta
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024