BMKG: Panas dan Sumuk di Sebagian Wilayah Indonesia Diamplifikasi oleh Tertahannya Udara Panas Akibat Pusaran Kembar di Samudra Hindia Barat Sumatera

  • HB Risya
  • 18 Mei 2022
BMKG: Panas dan Sumuk di Sebagian Wilayah Indonesia Diamplifikasi oleh Tertahannya Udara Panas Akibat Pusaran Kembar di Samudra Hindia Barat Sumatera

Suhu Udara Panas dan Sumuk dirasakan di beberapa tempat di Sumatera dan Indonesia bagian selatan pada awal Mei 2022.

Berdasarkan rilis BMKG 8 Mei 2022, dilaporkan suhu panas terjadi di beberapa wilayah Indonesia dan menimbulkan kepanikan masyarakat karena dikaitkan dengan kejadian gelombang panas yang tengah terjadi di India. Kejadian suhu panas banyak dikeluhkan masyarakat pada saat libur lebaran dan hari-hari setelahnya. Dari catatan data BMKG, pada periode tersebut setidaknya 2 hingga 8 stasiun cuaca BMKG melaporkan suhu udara maximum >35?. Stasiun cuaca Kalimaru (Kaltim) dan Ciputat (Banten) bahkan mencatat suhu maksimum sekitar 36? berurutan beberapa hari. BMKG sudah menjelaskan bahwa kejadian suhu panas di Indonesia tidaklah dikategorikan sebagai gelombang panas seperti di India karena tidak memenuhi definisi kejadian ekstrim meteorologis oleh Badan Meteorologi Dunia (WMO) yaitu anomali lebih panas 5? dari rerata klimatologis suhu maksimum di suatu lokasi dan setidaknya sudah berlangsung dalam 5 hari. Gelombang panas umumnya juga terjadi dalam cakupan yang luas yang diakibatkan oleh sirkulasi cuaca tertentu sehingga menimbulkan penumpukan massa udara panas.

Meningkatnya suhu dirasakan lebih panas atau terik dari biasanya pada bulan Mei ini sebenarnya adalah hal yang wajar. Dalam analisis klimatologi, sebagian besar lokasi-lokasi pengamatan suhu udara di Indonesia menunjukkan dua puncak suhu maksimum, yaitu pada bulan April/Mei dan September. Hal itu memang terdapat pengaruh dari posisi gerak semu matahari dan juga dominasi cuaca cerah awal atau puncak musim kemarau. Suhu maksimum sekitar 36? juga bukan merupakan suhu tertinggi yang pernah terjadi di Indonesia, karena rekor suhu tertinggi yang pernah terjadi adalah 40? di Larantuka (NTT) pada 5 September 2012 lalu. Namun, anomali suhu yang lebih panas dibandingkan beberapa wilayah lainnya di Indonesia mengindikasikan faktor lain yang mengamplifikasi periode puncak suhu udara tersebut.

Sirkulasi massa udara memicu tertahannya masa udara panas di atas sebagian wilayah Sumatera dan Jawa sehingga mengamplifikasi Mei yang panas.

Kondisi udara yang terasa panas dan tidak nyaman dapat disebabkan oleh suhu udara yang tinggi. Suhu udara tinggi terjadi pada udara yang kelembapannya tinggi maka akan terkesan "sumuk", sedangkan bila udaranya kering (kelembapan rendah) maka akan terasa "terik" dan membakar.

Analisis iklim dasarian pada periode 1 - 10 Mei 2022 menunjukkan lebih hangatnya suhu muka laut di wilayah Samudera Hindia barat Sumatera dan Laut Jawa. Hal ini akan menambah suplai udara lembab akibat penguapan yang lebih intensif dari permukaan lautan. Sementara itu, analisis sirkulasi angin menunjukkan adanya pusaran kembar (double vortex) di bagian utara dan selatan belahan bumi sebelah barat Sumatera sebagai manifestasi dari aktifnya gelombang atmosfer MJO (Madden Julian Oscillation) di area tersebut. Di sisi lain, di atas Pulau Kalimantan juga muncul vortex meskipun lebih lemah. Kondisi itu menyebabkan angin di atas sebagian wilayah Jawa dan Sumatera menjadi lemah dan cenderung stabil, sehingga udara yang lembab dan panas cenderung tertahan tidak bergerak ke mana-mana.

Perubahan iklim dan tren kenaikan suhu di Indonesia

Kejadian suhu harian yang tinggi di Indonesia sering dikaitkan sebagai akibat perubahan iklim. Pernyataan tersebut tidaklah salah meskipun juga tidak dapat dibenarkan sepenuhnya. Dalam setiap satuan kejadian cuaca, tidak dapat diatribusikan secara langsung ke pemanasan global atau perubahan iklim. Perubahan iklim harus dibaca dari rentetan data iklim yang panjang, tidak hanya dari satu kejadian. Namun begitu tren kejadian suhu panas dapat dikaji dalam series data yang panjang apakah terjadi perubahan polanya baik magnitudo panasnya maupun keseringan kejadiannya. Analisis pengukuran suhu permukaan dari 92 Stasiun BMKG dalam 40 tahun terakhir menunjukkan peningkatan suhu permukaan dengan laju yang bervariasi. Secara umum trend kenaikan suhu permukaan lebih nyata terjadi di wilayah Indonesia bagian barat dan tengah. Pulau Sumatera bagian timur, Pulau Jawa bagian utara, Kalimantan dan Sulawesi bagian utara mengalami trend kenaikan >0.3? per dekade. Laju peningkatan suhu permukaan tertinggi diketahui terjadi di Stasiun Meteorologi Temindung, Kalimantan Timur (0.95? per dekade), sedangkan laju terendah terdapat di Stasiun Meteorologi Sultan Muhammad Salahuddin, Bima (0.01? per dekade). Suhu udara permukaan di wilayah Jakarta dan sekitarnya meningkat dengan laju 0.40 - 0.47? per dekade.

Dari analisis ini nyatalah bahwa kejadian suhu udara panas kali ini memang dipengaruhi oleh faktor klimatologis yang diamplifikasi oleh dinamika atmosfer skala regional dan skala meso inilah yang menyebabkan udara terkesan menjadi "lebih sumuk" dan kemudian menimbulkan pertanyaan bahkan keresahan (selain kegerahan) publik. Namun, BMKG sekali lagi juga meyakinkan bahwa kondisi ini bukanlah termasuk kondisi ekstrim yang membahayakan seperti gelombang panas "heatwave", meskipun masyarakat tetap dihimbau untuk menghindari kondisi dehidrasi dan tetap menjaga kesehatan.

Jakarta

Plt. Deputi Klimatologi BMKG
Urip Haryoko

Gempabumi Terkini

  • 21 Mei 2024, 02:42:13 WIB
  • 5.3
  • 10 km
  • 9.28 LS - 112.61 BT
  • Pusat gempa berada di laut 127 km tenggara Kabupaten Malang
  • Dirasakan (Skala MMI): III Karangkates, II Malang, II Jember, II Kepanjen, II Kuta
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 127 km tenggara Kabupaten Malang
  • Dirasakan (Skala MMI): III Karangkates, II Malang, II Jember, II Kepanjen, II Kuta
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024