BMKG Gelar Sekolah Lapang Serentak Secara Nasional

  • Hatif Thirafi
  • 14 Sep 2020
BMKG Gelar Sekolah Lapang Serentak Secara Nasional

Jakarta (14 September 2020) - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika melaksanakan pembukaan Sekolah Lapang BMKG secara nasional melalu video conference, Senin (14/9).

Sekolah Lapang BMKG ini terdiri dari Sekolah Lapang Cuaca Nelayan, Sekolah Lapang Geofisika, dan Sekolah Lapang Iklim. Acara ini dibuka oleh Presiden Ke-5 Republik Indonesia, Dr. (HC) Megawati Soekarnoputri.

Kegiatan ini merupakan salah satu bentuk tindak lanjut dari penandatanganan kerja sama antara BMKG dengan Badan Penanggulangan Bencana (BAGUNA) PDI Perjuangan pada tanggal 25 November 2019 di BMKG.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyebutkan tujuan diadakannya sekolah lapang BMKG ini adalah mewujudkan ketahanan masyarakat petani, nelayan, serta komunitas penggiat dan pemangku kepentingan, terhadap bahaya yang diakibatkan oleh kondisi cuaca, iklim, gempabumi dan tsunami, khususnya dalam kondisi pandemi seperti sekarang ini.

"Sekolah lapang tersebut dimaksudkan sekali lagi untuk mendukung ketahanan pangan, kesejahteraan, dan keselamatan masyarakat khususnya di masa pandemi atau di masa adaptasi kebiasaan baru. Juga untuk mendukung pemulihan ekonomi di masa pandemi covid-19 melalui peningkatan kapasitas masyarakat, khususnya petani, nelayan, serta komunitas penggiat dan pemangku kepentingan, dalam memahami cuaca, iklim, gempabumi dan tsunami," jelas Dwikorita.

Dwikorita menambahkan, BMKG sebagai lembaga pemerintah harus mampu mengambil peran penting untuk memberikan solusi demi meningkatkan ketahanan masyarakat dari berbagai ancaman bencana hidrometeorologi dan geofisika, serta dari ancaman yang mengganggu ketahanan pangan akibat dampak dari kondisi cuaca dan iklim.

Melonjaknya kejadian-kejadian cuaca dan iklim ekstrem serta kejadian gempabumi beberapa tahun terakhir, lanjut Dwikorita, dapat mengancam keberlangsungan kegiatan pertanian, pelayaran, dan bahkan keselamatan bagi masyarakat, sehingga tidak bisa diabaikan.

"Melalui sekolah lapang BMKG, baik sekolah lapang iklim, sekolah lapang cuaca nelayan, dan sekolah lapang geofisika atau sekolah lapang gempa bumi, kami berupaya keras agar para petani, para nelayan, dan masyarakat secara umum mampu bertahan dengan tetap produktif, sehat dan selamat, dengan beradaptasi terhadap kondisi cuaca, iklim, gempabumi dan tsunami," imbuhnya.

BMKG juga memerlukan mediator untuk menyampaikan informasi cuaca, iklim, gempabumi dan tsunami untuk bisa diterima di kalangan petani, nelayan, dan penggiat penanggulangan bencana. Informasi tersebut diolah dari data hasil observasi melalui ribuan sensor yg terpasang di seluruh Propinsi hingga Kecamatan di Indonesia, yg terkoneksi dg Internet of Things (IoT) serta dengan 41 Radar Cuaca dan Satelit Himawari, yg kemudian data tsb secara otomatis dan super cepat diproses oleh Artificial Intelligent (AI) melalui perhitungan matematis-fisis dan pemodelan numeris dengan menggunakan super komputer, untuk mendapatkan berbagai jenis informasi dalam bentuk info-grafis ataupun peta2 digital, agar dapat tersebar luas secara cepat, tepat dan akurat, sehingga dapat dimanfaatkan dan diterapkan utk perencanaan dan tata ruang kota/wilayah yg berbasis mitigasi bencana dan perubahan iklim, utk prediksi dan peringatan dini bencana hidrometeorologi, geofisika dan potensi karhutla, untuk mendukung ketahanan pangan, energi dan sumber daya air, serta untuk kepentingan berbagai sektor seperti sektor transportasi, infrastruktur, kesehatan, pariwisata, industri, dsb.

Khusus untuk sektor pertanian dan perikanan, agar informasi BMKG tersebut dapat langsung diakses dan mudah dipahami oleh para petani, nelayan dan masyarakat secara umum, diperlukan sosialisasi dan diseminasi melalui mediator yg dilatih dalam Sekolah Lapang BMKG ini.

Dwikorita berharap melalui Sekolah Lapang BMKG pemanfaatan informasi BMKG bisa lebih optimal dan mengurangi kesalahpahaman dan kesalahan interpretasi, seiring dengan terbangunnya sikap atau budaya siaga dan tanggap bencana bagi masyarakat dan sekolah yang berada di wilayah potensi bencana tektonik ataupun bencana hidrometeorologi, sebagaimana yang bisa dipelajari dari bangsa Jepang,

"Harapan kami dengan Sekolah Lapang BMKG dapat diperoleh jumlah ribuan peserta yang mampu memahami, menyebarluaskan informasi, dan mendapatkan pembelajaran cuaca, iklim, gempabumi dan tsunami. Sehingga budaya siaga dan tanggap bencana bagi masyarakat dapat tercipta, sekaligus kita harus mampu membangun sikap budaya untuk tetap produktif, sehat dan selamat dalam kondisi pandemi ini," pungkas Dwikorita.

Untuk tahun 2020 dan 2021, lanjut Dwikorita, BMKG menargetkan terlaksananya Sekolah Lapang Iklim sebanyak 3600 peserta di 54 lokasi; Sekolah Lapang Cuaca Nelayan sebanyak 4300 peserta di 38 lokasi; dan Sekolah Lapang Geofisika sebanyak 3900 peserta di 30 lokasi yang tersebar di 34 provinsi.

Sekolah lapang tersebut dilaksanakan dengan bekerja sama dengan berbagai pihak, terutama dengan Dinas Pertanian dan Dinas Perikanan di Pemerintah Daerah setempat, dengan Mitra Perguruan Tinggi, Pakar/Ilmuwan dan Praktisi terkait, dengan Bank Indonesia ataupun dengan Pihak Swasta terkait. Selain itu, kerja sama internasional dengan berbagai Lembaga Pengelola Cuaca dan Iklim serta Gempabumi dan Tsunami dari Amerika, Jepang, Cina, Inggris, Jerman, Perancis dan Australia juga dilakukan oleh BMKG, guna mengakselerasi proses Pengembangan dan Inovasi Teknologi utk meningkatkan kecepatan, akurasi, ketepatan serta luasnya jangkauan informasi yg disampaikan oleh BMKG.

Presiden ke-5 Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri mengingatkan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) untuk terus memperbaharui dan memperbaiki distribusi peta rawan bencana serta informasi cuaca, khususnya untuk kepentingan petani, nelayan, maupun kepentingan mitigasi kebencanaan nasional.

Sekretaris Jendral DPP PDIP Hasto Kristiyanto mewakili Megawati mengatakan, "Ibu Megawati selalu mengingatkan soal pentingnya BMKG dan seluruh informasi yang diberikan, bagaimana BMKG mampu memberikan informasi dengan aplikasi iptek yang dapat memberikan prakiraan cuaca secara dini, yang berkaitan dengan keberhasilan masa tanam, keselamatan nelayan, hingga edukasinya," kata Hasto.

Oleh karena itu, Megawati berharap, seperti yang disampaikan Hasto agar BMKG bisa terus mengeluarkan peta daerah rawan bencana. Baik itu bencana tanah longsor, prakiraan cuaca curah ekstrem, kapan petani baik untuk menanam, hingga kapan nelayan bisa melaut dengan aman.

"Dan kami harap BMKG bisa mengerjakan kerjasama penelitian cuaca bersama perguruan tinggi, sehingga penerapan teknologi modern untuk kepentingan petani nelayan dapat ditingkatkan," ujar Hasto.

Selain itu, Megawati juga berpesan soal kebakaran hutan dimana BMKG perlu memperkuat informasi potensi titik api. Informasi demikian, ujar Hasto, dibutuhkan untuk wilayah dengan kadar gambut tinggi yang biasanya memiliki batubara, serta wilayah dengan konsentrasi cahaya matahari yang harus diwaspadai. "Sehingga bangsa Indonesia bisa hadir sebagai bangsa yang sadar dimana dia hidup adalah rawan bencana," ujarnya.

Terkait likuifaksi, Megawati juga berharap agar BMKG memetakan daerah rawan likuifaksi, demi mencegah bencana seperti yang pernah terjadi di Kota Palu. "Seluruh peta bencana BMKG akan dijabarkan dalam peta ruang, arsitektur, dalam sistem desain rumah tahan gempa misalnya, sistem tata kota, sistem irigasi, perencanaan yang semesta sehingga kita sebagai bangsa sadar persoalan iklim dan bencana," begitu pesan Megawati yang disampaikan Hasto.

Megawati juga mengharapkan agar rakyat Indonesia dan badan seperti BMKG bersedia belajar dari bangsa lain seperti Jepang dan China. Negara-negara itu dianggap berhasil membangun kesadaran rakyatnya akan kerawanan bencana.

Menutup sambutannya, Megawati berharap dengan adanya Sekolah Lapang BMKG yang juga bekerjasama dengan Badan Penangulangan Bencana (Baguna) PDIP, Hasto mengatakan pihaknya berharap ajang ini bisa menambah pengetahuan cuaca dan mengintegrasikan diri dengan aspek kebencanaan.

Dalam acara tersebut juga disampaikan pemahaman pendalaman oleh pakar/praktisi kelautan/pertanian/kebencanaan, oleh Prof. Dr. Rokhmin Dahuri (Guru Besar Kelautan IPB Bogor), Ahmad Saikhu, SP (praktisi pertanian/Narasumber SLI Nganjuk), Dr. Harkunti P. Rahayu (Ketua IABI).

Jakarta, 14 September 2020

Biro Hukum dan OrganisasiBagian Hubungan Masyarakat BMKG

Instagram : @infoBMKG
Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG
Facebook : InfoBMKG
Youtube : InfoBMKG

Gempabumi Terkini

  • 21 Mei 2024, 02:42:13 WIB
  • 5.3
  • 10 km
  • 9.28 LS - 112.61 BT
  • 127 km Tenggara KAB-MALANG-JATIM
  • tidak berpotensi TSUNAMI
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024