Bangun Sistem Peringatan Dini Tsunami Non Seismik, BMKG Minta Negara-negara Aktif Berbagi Pengetahuan

  • Rozar Putratama
  • 28 Feb 2024
Bangun Sistem Peringatan Dini Tsunami Non Seismik, BMKG Minta Negara-negara Aktif Berbagi Pengetahuan

Siaran Pers

SENDAI (28 Februari 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengimbau negara-negara di dunia untuk tidak "pelit ilmu" dalam upaya membangun sistem peringatan dini tsunami. Menurutnya, sharing knowledge menjadi kunci menguatkan sistem peringatan dini tsunami, khususnya tsunami berbasis non seismik.

"Kejadian tsunami non seismik semakin marak terjadi. Maka dari itu, sharing pengetahuan perlu dilakukan lebih mendalam antara seluruh working group dari setiap kawasan sehingga pembangunan sistem peringatan dini tsunami berbasis non seismik dapat lebih diperkuat," ungkap Dwikorita saat pertemuan Seventeenth Meeting of the Working Group on Tsunamis and Other Hazards related to Sea Level Warning and Mitigation Systems (TOWS-WG) 22 - 23 February 2024, di Tohoku University, Sendai, Jepang.

Sebagai informasi, dalam acara tersebut, Dwikorita hadir dalam kapasitasnya sebagai Ketua Intergovernmental Coordination Group for the Indian Ocean Tsunami Warning and Mitigation System (ICG/IOTWS). BMKG bertanggungjawab menyampaikan pemberitahuan peringatan dini ancaman tsunami kepada 25 negara anggota yang berada di kawasan Samudra Hindia.

Selain perwakilan dari ICG/IOTWMS, pertemuan tersebut juga dihadiri oleh seluruh ketua Working Group ICG dari Kawasan Samodra lainnya, yaitu ICG/PTWS (Pasific Tsunami Warning and Mitigation System), NEAMTWS (North-eastern Atlantic and Mediterranean), dan CARIBE-EWS (Caribbean and Adjacent Regions).

Dwikorita mengatakan, sistem peringatan dini tsunami pada komponen hulu jauh lebih kuat dibandingkan di hilir, oleh karenanya perlu untuk dilakukan upaya penguatan infrastruktur peringatan dini tsunami berbasis komunitas (Community-based Early Warning Infrastructure).

Diterangkan Dwikorita, sistem peringatan dini tsunami yang ada umumnya hanya ditujukan untuk tsunami megathrust yang sebelumnya didahului oleh gempa bumi besar. Indonesia sendiri pernah merasakan dua kali tsunami yang justru bukan disebabkan gempa bumi, yaitu tsunami Palu yang terjadi pada bulan September 2018 disebabkan oleh longsor laut yang dipicu oleh gempabumi. Dan, tsunami Selat Sunda yang terjadi pada bulan Desember 2018 yang dipicu aktivitas gunung berapi yang mengakibatkan longsor laut dan akhirnya membangkitkan Tsunami.

"Maka dari itu, ketidakmampuan sistem peringatan dini tsunami dalam memberikan informasi yang cepat terhadap tsunami yang dipicu aktivitas non-seismik harus menjadi perhatian utama negara-negara di dunia," tuturnya.

Sementara itu, dalam pertemuan tersebut, Dwikorita juga menyampaikan laporan progress penguatan sistem peringatan dini dan mitigasi tsunami di Samudra Hindia diantaranya adalah telah terbangunnya Multi-Hazard Platform, serta diakuinya 12 komunitas di Samudera Hindia sebagai UNESCO-IOC Tsunami Ready Community, serta terbangunnya Sistem Peringatan Dini untuk infrastruktur kritikal di Yogyakarta Internasional Airport dan Ngurah Rai Airport. Disampaikan pula keberhasilan Indonesia dalam mengusulkan International Standards untuk Community-based Tsunami Early Warning System (ISO Nomor 22328-3). ISO tersebut menjadi sarana untuk mendorong keterlibatan pihak swasta untuk menerapkan sistem peringatan dini tsunami di wilayah bisnisnya.

Kesempatan tersebut juga dimanfaatkan Dwikorita untuk mempromosikan 2nd UNESCO-IOC International Tsunami Symposium yang akan diselenggarakan di Banda Aceh pada Bulan November mendatang, dalam rangka memperingati 2 decades Indian Ocean Tsunami 2004.

Setidaknya 1000 peserta dari kalangan saintis, komunitas, dan para penggiat bencana baik nasional maupun internasional, diharapkan hadir dalam simposium tersebut. Beberapa event lain akan juga dilaksanakan untuk meramaikan simposium, diantaranya eksebisi, kompetisi video dan gambar, serta pengukuhan Tsunami Ready.

Kehadiran Dwikorita pada forum TOWS meeting tersebut didampingi oleh personil BMKG dan delegasi Indonesia lainnya yang memiliki peran kunci, yaitu Suci Dewi Anugrah sebagai Chair Working Group Tsunami Ready untuk ICG/IOTWMS, Dr. Harkunti Rahayu sebagai Chair Task Team Disaster Management and Preparedness, Ardito Kodijat sebagai Kepala Indian Ocean Tsunami Information Center (IOTIC), serta Hidayanti sebagai National Tsunami Ready Focal Point(**)

Biro Hukum dan Organisasi
Bagian Hubungan Masyarakat

Instagram : @infoBMKG
Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG
Facebook : InfoBMKG
Youtube : infoBMKG
Tiktok : infoBMKG

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024