Adaptasi terhadap Perubahan Iklim, BMKG Roadshow Sekolah Lapang Iklim Operasional di Gunungkidul

  • Hatif Thirafi
  • 25 Agu 2020
Adaptasi terhadap Perubahan Iklim, BMKG Roadshow Sekolah Lapang Iklim Operasional di Gunungkidul

GUNUNGKIDUL (24 Agustus 2020) - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menggelar roadshow Sekolah Lapang Iklim (SLI) Operasional di Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Setelah Kecamatan Rongkop dan Ponjong, maka kali ini giliran Kecamatan Gedangsari yang menjadi lokasi ketiga diselenggarakannya SLI Operasional. Target pelaksanaan SLI kali ini adalah Kelompok Tani Sumber Rejeki Dukuh Buyutan, Kelurahan Ngalang dengan lahan komoditas padi dan kacang.

SLI Operasional merupakan sebuah konsep baru dari BMKG dalam mengawal produktivitas pertanian. Kepala Stasiun Klimatologi BMKG Mlati, Sleman, DIY, Reni Kraningtyas menyampaikan kegiatan ini bertujuan memasyarakatkan SLI langsung kepada Kelompok Tani sebagai upaya meningkatkan pengetahuan masyarakat terkait informasi cuaca dan iklim, sehingga dapat menjadi langkah adaptasi terhadap usaha pertanian.

Saat membuka kegiatan SLI Operasional di Kecamatan Gedangsari, Senin (24/8), Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mencontohkan keberhasilan program SLI Operasional di Temanggung dalam membantu petani bawang merah. Dengan pemanfaatan informasi iklim yang tepat, waktu tanam dapat disesuaikan sehingga membuahkan keuntungan saat masa panen.

"Saat itu dengan pendampingan dari petugas kami, waktu tanam dimundurkan dari yang biasanya bulan Februari menjadi bulan Maret. Dan panennya pun mundur satu bulan. Keuntungannya adalah saat mereka panen, pesaingnya sudah tidak ada. Stok bawang merah di tempat lain sudah habis, akhirnya mereka memperoleh harga jual hasil panen yang tinggi.," ungkap Dwikorita

Menurut Dwikorita, petani yang didampingi BMKG di Temanggung yg mundur waktu tanam dan panennya tersebut dapat memperoleh harga jual yang biasanya Rp 13.000 sampai Rp 14.000 per kilogram, menjadi Rp 22.000 hingga Rp 23.000 per kilogram. Bahkan mereka bisa mengupah buruh tani sebesar Rp 100.000 per hari. Tentu saja hal ini sangat dirasakan manfaatnya, terlebih di saat kondisi pandemi seperti ini.

Tidak hanya itu, pemanfaatan informasi peringatan dini cuaca ekstrem oleh petani bawang merah yang diperoleh dari WA Grup SLI ataupun dari aplikasi mobile phone infoBMKG dapat menghindarkan petani dari ancaman gagal panen.

"Saat itu terjadi cuaca ekstrem satu kali menjelang panen di bulan Juni, yaitu hujan lebat yang bisa saja mengakibatkan gagal panen. Namun karena saat itu petani sudah tahu dari prakiraan cuaca BMKG bahwa akan terjadi hujan, maka mereka sudah bersiap-siap. Begitu selesai hujan, daun-daun bawang merah itu segera disiram dengan air untuk menghilangkan sisa-sisa air hujan yang bersifat asam yang bisa merusak tanaman bawang merah. Sehingga tanaman tetap hidup sampai panen," kata Dwikorita.

Melalui SLI Operasional, BMKG mengajak seluruh pihak terkait untuk bersama-sama memahami cuaca dan iklim dengan berbagai cara. Menurut Dwikorita, pemahaman informasi iklim dan cuaca bagi petani akan menjadi faktor penting untuk menjaga stabilitas produksi pertanian.

"Dengan memahami informasi cuaca dan iklim yang dikeluarkan oleh BMKG, bapak ibu dapat memutuskan jenis dan pola tanam, serta kapan harus mulai tanam. Jika kita tahu seminggu lagi sudah masuk hujan kita bisa memutuskan, kalau kita tahu ini masih musim kering terus kita juga bisa memutuskan, langkah apa yang segera harus dilakukan," jelas Dwikorita.

Dengan menggunakan informasi yang tersedia di aplikasi mobile maupun media sosial BMKG, Dwikorita menjamin petani dan petugas penyuluh pertanian dapat memperoleh informasi cuaca dan iklim dari BMKG secara realtime dan kontinyu.

"Jadi mohon bapak ibu bisa sering memonitor infoBMKG baik dari aplikasi mobile ataupun dari media sosial kami. Di situ ada informasi-informasi rutin cuaca sampai tujuh hari ke depan, khususnya informasi potensi hujan, suhu dan kelembaban udara, maupun informasi kecepatan dan arah angin. Karena ada beberapa tanaman yang sangat sensitif dengan kecepatan angin," imbuhnya.

Bupati Gunungkidul Hj. Badingah yang berkesempatan hadir dalam acara pembukaan menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada BMKG atas penyelenggaraan SLI Operasional di Kab. Gunungkidul. Menurutnya, saat ini kearifan lokal atau yang disebut pranoto mongso sudah kurang efektif digunakan karena fenomena perubahan iklim.

"Untuk itu kegiatan SLI ini saya rasa akan sangat efektif sekali dalam meningkatkan kualitas SDM petani maupun penyuluh. Saya mohon kepada peserta agar dapat mengikuti kegiatan dengan antusias dan tuntas karena akan memberikan tambahan pengetahuan dan pengalaman dalam meningkatkan usaha tani di Gunungkidul, khususnya di Gedangsari," kata Bupati Gunungkidul.

Dalam kegiatan ini, hadir secara langsung Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kab. Gunungkidul, Kepala Stasiun Klimatologi Sleman, dan perangkat di lingkungan Kecamatan Gedangsari. Turut hadir secara virtual Deputi Bidang Klimatologi serta seluruh Stasiun Klimatologi BMKG di Indonesia.

Bagian Hubungan Masyarakat
Biro Hukum dan Organisasi

Instagram: @InfoBMKG
Twitter: @InfoBMKG @InfohumasBMKG
Facebook: InfoBMKG
YouTube: InfoBMKG

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024